Ketika manusia lahir, yang
laki-laki harus di-mahari / di-bisyarohi / di- tabshirohi 2 ekor kambing dan
yang wanita dengan 1 ekor kambing ( yang terkenal dengan sebutan aqiqah ).
Ketika Nabi Ibrahim didawuh Allah
agar menyembelih Ismail, maka atas perintah Allah, Jibril mengganti leher
Ismail dengan seekor kambing. Kambing tersebut hakekatnya adalah mahar / bisyaroh
/ tabsyiroh.
Ketika seorang pria menikahi
wanita, maka diwajibkan pada sang pria agar membayar mahar.
Ketika dua orang melakukan akad
jual beli, maka yang membeli barang wajib memberikan uang, dan yang dibeli
barangnya wajib menerima uangnya. Uang tersebut adalah mahar.
Ketika tukang mengerjakan rehab
rumah atas perintah yang punya rumah, ketika karyawan bekerja pada pimpinan,
ketika guru mengajar di kelas, ketika ustadz mengajar mengaji, ketika kyai
ceramah untuk dakwah, ketika qari tampil lantunkan ayat-ayat suci Al-Qur'an dan
berbagai aktifitas apapun yang libatkan suatu pekerjaan apapun ( yang halal ),
maka yang bekerja tersebut wajib menerima upah atau ujroh atau mahar atau
bisyaroh atau tabsyiroh.
Dan, ketika murid atau pencari
ilmu hikmah atau ilmu spiritual atau ilmu apapun, pada seorang guru ilmu hikmah
/ spiritual, maka diwajibkan pada si murid untuk menanyakan mahar pada si guru,
dan si murid wajib menunaikan mahar tersebut pada si guru. Sebab, salah satu
syarat syah-nya suatu pengijazahan / pengajaran ilmu adalah adanya pembayaran
mahar.
Mahar harus berdasarkan
kesepakatan. Mahar bisa menjadi tidak syah jika ada pemaksaan, penipuan atau
pengelabuan. Mahar sangat bermanfaat bagi murid dan guru, karena meningkatkan
kualitas pengajaran ilmu tersebut pada murid oleh si guru.
Murid yang enggan keluarkan mahar dalam pengijazahan ilmu, adalah
prototipe dan jenis murid yang benar-benar tidak menghargai ilmu, meremehkan
keilmuan guru, mau enaknya sendiri, cari untungnya sendiri, egois, pelit, kikir
dan merendahkan diri sendiri.
Sedangkan Allah dan Nabi sangat membolehkan
guru dan siapapun yang bekerja atau berkarya berhak mendapatkan ujroh atau
honor atau upah atau fee dari yang dikerjakan / diamalkan tersebut.
Si murid kurang mengerti dan
menghayati, bagaimana susah-payahnya, beratnya dan mahalnya si guru dulu untuk
dapatkan ilmu-ilmu tersebut.
Kalaupun si murid menunaikan atau
membayar mahar, ia mengeluarkannya dengan penuh perhitungan, maju-mundur,
dengan syak-wasangka ( su'udzon ), dengan jumlah mahar yang sangat minimal ( karena
faktor kikir ) tapi dengan berbagai permintaan ilmu-ilmu yang tinggi-tinggi,
dengan sampaikan berbagai syarat yang beratkan guru, dll.
" Menjual " ilmu-ilmu
spiritual / supranatural, memang vulgar, tapi diyakini, bahwa sang guru
memasang mahar amat tinggi, semata-mata agar masyarakat luas menghormati dan
menghargai ilmu-ilmu spiritual dengan proporsional dan selayaknya.
Ketahuilah, bahwa manfaat / fadhilah
mahar, antara lain :
● Bebungah ( pembuat gembira
kepada guru ).
● Percepat qabul hajat-hajat.
● Zakat jiwa.
● Shadaqah batin.
● Penolak bala'.
● Penarik berbagai berkah.
● Penyembuh berbagai penyakit.
● Penarik berbagai rizqi.
● Menarik malaikat-malaikat bumi.
● Pencegah berbagai kejahatan.
● Perkuat aura, kharisma &
wibawa diri.
● Pemberkah ilmu yg diijazahkan.
● Peningkat tajam batin.
● Tolak berbagai bencana.
● Dan 1001 fadhilah lain.
Dan yang sangat hebat adalah,
bahwa mahar yang diberikan dengan ikhlas dan legowo, maka mahar tersebut, akan
kembali pada si pemberi mahar berlipat-lipat, bahkan 700 kali lipat….!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar