Bima

Bima

11 Juli, 2017

Makna Bai’at Dan Ijazah

Penjelasan Habib Munzir tentang Makna Bai’at dan Ijazah

Bai’at adalah sumpah setia, bisa saja murid sumpah setia pada gurunya, anak pada ayahnya, atau teman pada temannya, namun yang saya kurang setuju jika bai’at ini diwajibkan, padahal bai’at dalam kelompok dzikir tak pernah diwajibkan bai’at, kenapa orang tidak boleh ikut dzikir suatu kelompok kecuali harus sumpah setia dulu….?

Dalam tarekat alawiyin tak ada bai’at, kecuali sumpah setia murid pada gurunya jika mau, tak diwajibkan.

Mengenai Ijazah, asal mulanya adalah bahwa setiap doa doa yang bukan dari Hadits Rasul saw biasanya dibutuhkan ijazah, apakah makna ijazah….?

Ijazah itu izin yang diberikan guru pada muridnya, kenapa harus pakai Ijazah…?, karena setiap guru memahami doa mana yang boleh dibaca, dan doa mana yang tak baik diamalkan, mungkin murid tak faham maknanya, namun guru akan tahu mungkin ada kalimat kalimat yang menyimpang dari syariah, atau ada kalimat yang salah hurufnya hingga merubah makna. Maka para guru guru kita selalu tidak membolehkan murid membaca doa kecuali dengan Ijazah (izin), agar tidak terjerumus pada hal hal yang menyimpang dari syari’ah. Aaah… alangkah indahnya penjagaan mereka menjaga ummat ini, namun ini menjadi sangka buruk dan tuduhan besar dengan mengecam bahwa ijazah itu bid’ah.

Ijazah diperlukan adalah guna izin saja dan memperkuat sanad (sanad = hubungan periwayat, dari fulan, kepada fulan, kepada fulan, sampai pada ujungnya ), dari guru kepada kita bahwa kita boleh mengamalkannya, misalnya murid ingin mengamalkan dzikir shalawat sebanyak 5 ribu kali setiap hari, maka gurunya akan melihat, wah.. dia ini (misalnya) siang hari sibuk bekerja, dan malam hari selalu begadang duduk dengan teman - temannya dalam hal yang tak berarti, maka baiknya ia membaca dzikir itu dimalam hari, maka gurunya mengizinkannya membaca itu tapi di malam hari, guru lebih tahu mana dzikir yang pantas cocok diamalkan mana yang tidak, disamping itu Ijazah adalah juga menyambung sanad guru, yaitu hubungan ruh (jika tak jumpa dizamannya) antara sipembaca dengan yang membuat dzikir itu,

Nah.. misalnya saya sudah punya ijazah suatu dzikir, maka saya sudah mempunyai hubungan dengan pemilik doa tersebut walaupun belum pernah bertemu, misalnya anda mempunyai Guru kyai fulan, guru anda membuat sebuah doa yang sangat mulia, saya ingin mengamalkannya, ya boleh saja, namun bukankah baiknya saya izin padanya…?, jika tidak sempat atau ia telah wafat, maka saya izin dari anda, karena anda muridnya, anda lebih tahu apakah doa itu dan kemuliaannya, maka anda mengijazahkannya (mengizinkannya) pada saya,

Demikian ijazah dari para Imam Imam terdahulu diijazahkan pada muridnya demikinan berkesinambungan hingga kini, kembali ke masalah saya ingin membaca doa yang dibuat guru anda, tentunya boleh saja saya membacanya tanpa izin pada anda, karena doa itu telah dicetak bebas misalnya, namun tentunya lebih sempurna jika saya sudah mendapat izin dari beliau atau muridnya yang telah mengamalkan doa itu, sebagian besar doa adalah dari Rasul saw maka tak perlu ijazah apa”.

Kembali pada awal jawaban saya bahwa hampir semua doa tak perlu ijazah, karena semuanya adalah doa pada Allah swt, namun dengan adanya ijazah maka lebih membawa kemuliaan karena terhubung dengan pembuatnya lewat muridnya, atau murid dari muridnya, demikian hingga sampai pada kita, demikian indahnya syariah ini, sebagaimana makmum yang di shaff yang keseratus tetap mendapat pahala jama’ah dan tetap bersambung pada shalat Imamnya, demikian shaf pertama melihat gerakan Imam, shaf kedua tidak melihat gerakan imam namun melihat gerakan makmum shaf pertama, lalu shaf ketiga melihat gerakan makmum shaf kedua, demikian dari generasi ke generasi ummat ini hingga kini, bersambung satu sama lain, demikian kita dengan para imam imam kita, demikian ahlussunnah wal jamaah, kita bagaikan rantai yang tak terputuskan, jika bergerak satu mata rantai maka bergetar seluruh rantai hingga ujungnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar