Apakah pengijazahan suatu keilmuan itu penting…?
Jawabanya jelas sangat penting sekali.
Apa alasanya….?
Dengan adanya pengijazahan Ilmu maka akan terwujud :
1. Tata krama atau akan terciptanya rasa saling menghormati
antara murid dan guru. Sebab dengan adanya metode pengijazahan maka ada yang
disebut santri / murid ( penerima ilmu ) dan ada yang disebut guru / mursyid ( pemberi
/ pengijazah ilmu ), tetapi jika tidak ada proses pengijazahan maka tidak akan
ada santri dan juga tidak ada guru.
2. Akan diketahui adanya hubungan atau nasab atau silsilah
dari jenis ilmu yang diamalkannya. Dengan adanya pengijazahan maka si murid
akan mengetahui darimana asal ilmu yang diamalkannya apakah bersambung kepada
Rasulullah Saw atau bersambung kepada Iblis.
3. Keafsahan suatu ilmu ( kedisiplinan ilmu ). Artinya ketika
kita mendapatkan suatu ijazah maka kita disebut telah mendapat jaminan atau
tanda pengesahan bahwa kita telah resmi diberi ilmu tersebut oleh sang mursyid,
ini sama halnya seperti pentingnya surat IJAZAH ketika kita lulus dari sekolah,
yang mana ijazah tersebut nantinya akan berlaku untuk masa depan kita.
4. Sebagai bukti ilmu yang lurus, artinya kelak diahirat nanti
ilmu yang kita amalkan akan ditanya, darimana asal ilmu tsb didapatkan ( ijazah
nasabnya dari siapa ) atau dalam bahasa syar'inya disebut akan dimintai
pertanggungjawabannya yaitu darimana asalnya dan kemana ilmu tsb diamalkan (di
ijazahkan kepada siapa).
Apabila ilmu yang kita amalkan tidak bersambung pada
Rasulullah Saw maka artinya ilmu kita tidak diridhoi Allah Swt dan Rasul-Nya,
kemudian ilmu tersebut tidak akan mampu menyelamatkan kita di alam akhirat,
inilah yang disebut kesia-siaan atau ILMU YANG SESAT DAN TAK BERMANFAAT.
Ahirnya hidup di dunia hanya membuang-buang waktu untuk mewirid ilmu-ilmu yang
tidak bersambung kepada Rasulullah Saw. Ketahuilah, mewirid ilmu yang bersambung
kepada Rasulullah Saw disebut ibadah sedangkan mewirid ilmu yang tidak bersambung
kepada Rasulullah Saw disebut mengamalkan kebathilan. Nah, disinilah Ulama Hikmah
yang benar-benar memahami ilmu Hikmah, akan mewajibkan adanya proses PENGIJAZAHAN
baik ijazah itu bersifat UMUM maupun KUSUS yaitu sesuai metode mereka masing
masing, tujuannya yaitu supaya kita sebagai pengamal ilmu mengetahui silsilah
ilmu yang kita amalkan nasabnya sampai kepada Rasulullah Saw atau tidak. Inilah
yang disebut orang Hikmah yang berdisiplin Ilmu, bukan orang Hikmah yang
asal-asalan dalam mengamalkan suatu Amalan. Bagi mereka-mereka oknum yang melepas
kewajiban berijazah maka mereka akan seenaknya dalam mengamalkan suatu wirid
(asal baca tanpa peduli nasabnya) dan metodenya.
Dari itu wahai para pengamal ilmu, saya sangat berpesan kepada
kalian semua agar benar benar menjadi Ahli yang berdisiplin ilmu, sebab ilmu
itu akan menjadi sarana penyelamat kita di dunia hingga kelak di akhirat, pilihlah
Ilmu yang bersambung kepada Rasulullah Saw supaya apa yang kita amalkan disebut
mendapat Ridho Allah Saw.
Ini adalah satu wejangan dari guru Ruhaniyyah saya yaitu Yang
Mulia Syekh Syarif Hidayatullah. Beliau pernah menceritakan suatu PERUMPAMAAN
kepada saya di alam ruhaniyyah tentang nasab dan pentingnya pengijazahan suatu
ilmu.
Beliau mengatakan: "Kelak di alam pitakonan (akhirat)
setiap umat muhammad Saw. kususnya yang ketika hidup di dunianya mengamalkan wirid-wirid
Hikmah (batin) akan ditanya tentang Ijazah keilmuannya, apabila ia mengamalkan
suatu wirid yang ijazah amalannya bernasab kepada Rasulullah Saw maka ia akan
masuk pada barisan Rasulullah Saw. Dan apabila ia mengamalkan wirid berupa mantra-mantra
seperti kejawen dan sansekerta yang mengarah pada para dewa, jin, siluman dan
sejenisnya tanpa menuju kepada Allah SWT sama-sekali maka ia akan tertolak dari
barisan Nabi Muhammad Saw, sebaliknya ia akan digiring ke neraka bersama
kelompok jin maupun Iblis. (Na'udzubillah) (Sekali lagi itu hanya kiasan)
Sungguh beruntung sahabat-sahabat yang amalannya berupa
Sholawat Nabi sebab sudah sangat jelas sekali ilmu Sholawat nasabnya pasti
sampai kepada Rasulullah Saw. Nah, dari itu wahai para sahabatku semua
sesungguhnya jatuhnya ijazah dari seorang guru / mursyid itu sungguh sangat
wajib sekali yaitu disamping sebagai penerapan kedisiplinan ilmu juga pada
hakikatnya sebagai sarana agar ilmu yang kita amalkan mendapat restu dari seorang
guru hingga dari guru-gurunya kita semua yang bersambung kepada Rasulullah Saw dan
itu artinya kita mendapat ijazah / restu dari Rasulullah Saw pula. Aamiin.
Kita sebagai pengamal Ilmu Hikmah marilah jangan menjadi orang
yang sempit berpandangan sehingga cepat memvonis para guru-guru yang
mengijazahkan suatu keilmuan dengan kata-kata yang tidak sopan seperti "alaah
ujung-ujungnya juga uang"…. masya Allah....!!! Itu sangat tidak pantas
keluar dari mulut seseorang yang lisannya senantiasa berdzikir dan bersholawat.
Maka dari itu saya selalu mengijazahkan ilmu kepada sedulur semua melalui dua
jalan yaitu Ijazah Umum dan Ijazah Kusus.
Yang dimaksud IJAZAH UMUM atau tanpa mahar itu adalah ijazah
yang pengamalannya melalui riadhoh sendiri, dengan riadhoh sendiri maka Mahar tidak
wajib dijatuhkan, hal ini sama artinya si pengamal bekerja sendiri dalam
pengaktifannya dan tidak diijazahkan kunci amalannya.
Yang dimaksud IJAZAH KUSUS atau ijazah bermahar itu adalah
ijazah yang proses pengaktifannya dilakukan oleh guru / si pengijazah. Pada
pengijazahan ini seorang murid / santri / pasien diwajibkan membayar mahar,
sebagai pengganti riadhoh yang dikerjakan oleh seorang guru baik itu berupa
puasa maupun pentransferan energi.
(Mungkin ada yang bertanya)
"Sebenarnya uang mahar itu nantinya digunakan untuk apa…?"
Jawabanya masing-masing sesuai metode ilmu yang dikuasai guru
pengijazah itu sendiri.
Ada yang memanfaatkan hasil uang ijazah sebagai pengganti
liburnya ia bekerja, misalnya kebiasaan si guru setiap hari adalah bekerja
untuk menghidupi anak isteri tetapi ketika si guru sedang melakukan riadhoh
untuk seorang pasien yaitu dengan melakukan puasa berhari-hari yang pada ahirnya
ia (guru) tidak bisa keluar dari rumah untuk bekerja sebab ia harus wirid, maka
disinilah si pasien diwajibkan membayar mahar sebagai upah riadhoh guru dan
sebagai pengganti libur kerjanya si guru.
Ada juga uang mahar yang digunakan untuk membeli perlengkapan
ritual pentransferan energi. Dan banyak lagi metode-metode para guru Hikmah
dalam menggunakan uang mahar.
Akan tetapi metode yang saya gunakan untuk memanfaatkan uang
mahar adalah dengan metode Ilmu Bilangan Abjad Suryani. Suatu contoh ada seseorang
yang meminta ijazah Ilmu Pesugihan, maka langkah awal sebelum saya menjatuhkan
mahar adalah dengan mencari BILANGAN ismul a'dhom dari nama orang tersebut. Disinilah
pentingnya nama asli dari si peminta ijazah. Umpamanya ia bernama MUHAMMAD maka
melalui hitungan abjad suryani nama tersebut bilangannya adalah 92.
Kemudian 92 ini ditambahkan dengan jumlah bilangan kunci dari
amalan yang akan diambilnya. Misalkan yang akan diambil adalah asma YAA LATHIF,
maka bilangan asma Yaa Lathif adalah 129. Selanjutnya kita jumlahkan (kawinkan)
antara bilangan 92 dengan 129 dan hasilnya adalah : 221, selanjutnya bilangan
221 ini harus dikalikan dengan nilai mata uang negara orang tersebut, misalkan
ia warga negara indonesia maka bilangan 221 ini bisa di kalikan dengan satuan nilai
mata uang indonesia, misalkan Rp. 1000 maka mahar adalah Rp. 221.000. Misalkan
si pasien ingin hasilnya lebih besar maka bisa dikalikan Rp. 10.000,- maka mahar
menjadi Rp. 2.210.000,-
Setelah itu barulah saya meminta foto asli dari orang tersebut
yaitu untuk melakukan riadhoh penyelarasan energi 92 dengan energi 129 selama
beberapa hari. Disinilah pentingnya menyertakan foto asli.
Tetapi ada juga para guru yang tidak bertanggung jawab, ia
hanya menjumlahkan dua bilangan saja sedangkan dirinya tidak meriadhoinya maka
metode yang seperti ini akan sia sia, sebab antara ilmu dan si pengamal tidak
akan bisa konek, sama artinya belum dikawinkan, itulah guru yang tidak
bertanggung jawab. (Bagi santri-santriku yang kelak akan menjadi guru hikmah,
janganlah mencontoh guru-guru yang tidak bertanggungjawab seperti itu)
Proses PENJUMLAHAN antara bilangan dari nama santri / pasien
dengan bilangan amalan yang diambilnya ini disebut proses perkawinan dua jiwa
yaitu jiwa si pengamal dengan jiwa amalan, dalam proses perkawinan manusia maka
hal
ini disebut MASKAWIN (mahar).
Sedangkan dalam bahasa Hikmah disebut "in'aasyul ajsaadi
bil arwahi" artinya ( menghidupkan / mengaktifkan raga si pengamal dengan
nyawa amalan ). Dengan proses inilah maka amalan yang di baca santri akan aktif
dalam dirinya.
Lantas uang yang dimaharkan kepada sang Guru fungsi /
faedahnya untuk apa ?
Nah, uang yang disodaqohkan kepada Guru fungsinya atau
faedahnya adalah untuk TOLAK BALA, si santri menshodaqohkan sejumlah uang sesuai
bilangan namanya dan nama amalannya kepada sang guru sebagai wujud Shodaqoh menolak
bala maupun sebagai wujud shodaqoh pemustajab doa. Selama uang tersebut dimanfaatkan
oleh guru kepada hal kebaikan seperti sebagian untuk menafkahi anak isteri,
sebagian untuk disumbangkan ke fakir miskin / masjid maka pahala uang mahar itu
akan terus mengalir dan bermanfaat bagi si pemahar / santri, sebab pahala
shodaqoh itu sifatnya akan terus bertambah bukan malah berkurang dan di
akhiratpun kelak akan kembali kepada si pemberi mahar itu sendiri dengan wujud
jannatun-na'i'm atau kenikmatan sorga. Subahallah.... Maka dari itu saya sering
mengatakan "Uang mahar itu tak seberapa dibandingkan hasil dari ilmu dan
pahala kelak di akhirat, inilah tabungan kita"
Dari itu wahai para pengamal ilmu Hikmah, janganlah kita
sempit berpandangan menilai para Guru Hikmah dengan kalimat-kalimat kotor dan
keji, sungguh tiada maksud jelek sama sekali dari seorang guru hikmah yang
jujur kepada murid-muridnya maupun para pasiennya selain untuk kebaikan dan
kepentingan murid itu sendiri baik di dunia maupun di akhirat.
Seorang guru menjatuhkan mahar dengan jumlah uang tertentu
semata-mata hanya mengikuti peraturan pemaharan saja dan itu pun demi supaya
ilmu yang diijazahkanya bisa konek dengan si pengamal. Tetapi jika didalam ilmu
Hikmah tidak ada peraturan dan metode menentukan jumlah / nilai mahar maka
pastinya para guru Hikmah akan dengan ikhlas memaharkan ilmunya sesuai
keikhlasan si santri masing-masing.
Dari itu saya sendiri kadang tidak tega ketika ada sedulur
yang konsultasi tentang keuangannya yang sedang jatuh bangung, ia mau memahari keilmuan
dari saya tetapi ia tidak mampu, ia mau riadhoh sendiri juga tidak mampu, sedangkan
ilmu Hikmah yang saya ijazahkan mewajibkan adanya maskawin atau penyatuan jiwa
si pengamal dengan jiwa amalan. Maka satu-satunya jalan yang saya shodaqohkan kepada
para sedulur adalah tidak bosan-bosannya menyuruh sedulur-sedulur untuk ikut transfer
energi setiap malam jumat secara gratis dan itu saya niatkan sebagai wujud Shodaqoh
Ilmu, shodaqoh waktu atau energi dari saya kepada anda, yang diharapkan dengan
ajang tersebut maka energi ilahiy yang saya pancarkan kepada kalian semua bisa
membantu meringankan beban hidup kalian semua.
Sedangkan bagi sedulur yang gemar tirakat atau wirid malam
maupun riadhoh-riadhol sendiri, saya membuka ajang IJAZAH UMUM tanpa mahar.
Kemudian bagi sedulur-sedulur yang berkecukupan dan kebetulan selalu disibukkan
oleh pekerjaannya hingga tidak punya banyak waktu untuk puasa berhari-hari maka
saya membuka JASA, yaitu meriadhohkan atau mengawinkan dua jiwa (jiwa pengamal
+ jiwa amalan) melalui mahar sejumlah uang sesuai bilangan maskawinnya. Dan ini
disebut Ijazah Kusus.
Nah, demikianlah,, semoga postingan ini bisa bermanfaat bagi
para guru hikmah dan kususnya bagi para santriku yang tidak lama lagi akan terjun
ke masyarakat, semoga ilmu yang saya ajarkan selama ini kepada kalian melalui
media ini bisa bermanfaat untuk kalian sekaligus untuk umat Nabi Muhammad Saw.
Aamiin.
Teruslah bersholawat hingga datang Qiyamat
"Shollalloohu 'alaa muhammad"
Tidak ada komentar:
Posting Komentar